Penyebab pikun atau demensia adalah terganggunya fungsi sel saraf otak yang dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari. Gejala pikun seringkali dialami oleh lansia karena pertambahan umur. Namun, kondisi ini juga bisa disebabkan oleh cedera kepala, kekurangan vitami B, hingga penyakit autoimun.
Penderita pikun atau demensia akan merasakan penurunan daya ingat sehingga mudah lupa.
Ketika menuju tahap kehidupan yang lebih lanjut, ada banyak perubahan terjadi dalam tubuh kita, termasuk perubahan di otak. Salah satu hal yang perlu menjadi perhatian adalah penurunan kemampuan kinerja otak yang sering dikenal sebagai gangguan fungsi kognitif atau pikun (demensia).
Namun, apa sebenarnya yang menjadi faktor penyebab pikun? Ketahui jawaban lengkapnya dengan menyimak artikel ini.
Penyebab Pikun atau Demensia
Demensia dapat disebabkan berbagai situasi yang bisa mengganggu sel saraf otak. Salah satu penyebab pikun yang paling umum adalah proses penuaan yang memengaruhi fungsi otak.
Gejala yang timbul dapat bervariasi, seperti lupa letak benda, lupa janji, hingga tidak mengenali keluarga. Selain penuaan, beberapa kondisi medis dapat memengaruhi seseorang terkena demensia, termasuk:
1. Cedera Kepala
Cedera kepala serius dapat terjadi berbagai kecelakaan atau insiden, seperti kecelakaan mobil, jatuh, atau benturan keras pada kepala. Cedera kepala yang parah dapat merusak jaringan otak dan struktur otak sehingga memengaruhi berbagai aspek kognitif dan neurologis.
Dampak dari cedera kepala terhadap fungsi kognitif tergantung pada tingkat keparahan cedera dan area otak yang terkena.
Beberapa efek cedera kepala yang berhubungan dengan penyebab demensia adalah:
- Gangguan Memori: Cedera kepala serius pada area memori menimbulkan hambatan merekam informasi untuk jangka waktu lebih panjang.
- Gangguan Pemrosesan Informasi: Cedera kepala dapat mengganggu kemampuan otak untuk memproses informasi dengan cepat dan efisien sehingga menghambat atau mempersulit seseorang memahami situasi serta mengambil keputusan.
- Gangguan Perhatian dan Konsentrasi: Orang yang mengalami cedera kepala dapat lebih sulit memusatkan, mengalihkan, atau mempertahankan fokus pada tugas-tugas tertentu.
- Perubahan Perilaku: Cedera kepala juga bisa menyebabkan perubahan dalam perilaku, seperti kecenderungan untuk menjadi lebih impulsif. Suasana perasaan juga lebih mudah berubah, seperti mudah cemas, sedih, atau tersinggung.
- Gangguan Motorik: Selain gangguan kognitif, cedera kepala juga dapat memengaruhi fungsi motorik, seperti koordinasi dan keseimbangan sehingga mudah terjatuh.
Baca Juga: Makanan Sehat Untuk Otak Cerdas
2. Kekurangan Vitamin B
Vitamin B adalah kelompok vitamin yang berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh dan fungsi sistem saraf. Dalam kelompok vitamin B, terutama vitamin B12 (kobalamin) dan asam folat (vitamin B9), memiliki peran khusus dalam menjaga kesehatan otak dan fungsi kognitif.
Kekurangan vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan masalah neurologis dan berkontribusi pada risiko terjadinya gangguan kognitif, termasuk demensia.
Oleh karena itu, penting untuk menjaga asupan nutrisi ini melalui makanan yang kaya akan vitamin B12 (seperti daging, ikan, produk susu, dan telur) serta asam folat (seperti sayuran hijau, buah-buahan, dan biji-bijian).
Terutama bagi individu berisiko tinggi atau memiliki riwayat masalah kesehatan yang berkaitan dengan kekurangan vitamin B.
CT Scan dapat memberikan gambaran struktur otak serta membantu mengidentifikasi adanya perubahan atau kerusakan.
3. Penyakit Degeneratif
Penyakit degeneratif adalah kelompok kondisi medis yang ditandai oleh kerusakan progresif pada jaringan tubuh, khususnya pada otak atau sistem saraf. Dalam konteks demensia atau pikun, penyakit degeneratif paling sering terkait dengan penurunan fungsi kognitif dan memori.
Beberapa jenis penyakit degeneratif yang paling umum terkait dengan demensia meliputi:
- Alzheimer
- Parkinson
- Huntington
- Lewy Body
- Frontotemporal
4. Infeksi Otak
Infeksi yang memengaruhi otak dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan pada jaringan otak. Saat terjadi infeksi di otak, respon imun tubuh dapat membuat peradangan yang dapat merusak sel saraf dan ganglia (kumpulan sel saraf pada sistem saraf). Dampaknya bisa mencakup gangguan sirkuit saraf yang mengatur fungsi kognitif, memori, dan proses berpikir.
5. Penyakit Autoimun
Penyakit autoimun adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh mengenali dan menyerang jaringan sehat tubuh sebagai benda asing. Ini bisa menyebabkan peradangan dan kerusakan pada berbagai organ dan jaringan, termasuk otak.
Jika peradangan terjadi di otak, ini dapat mengganggu fungsi normal otak dan memengaruhi kemampuan kognitif.
Beberapa jenis penyakit autoimun, seperti lupus sistemik, penyakit inflamasi otak (encephalitis), dan multiple sclerosis (sklerosis multipel) dapat memengaruhi fungsi kognitif.
Penyakit ini dapat menyebabkan peradangan, kerusakan sel saraf, atau gangguan komunikasi antar sel saraf. Hasilnya, individu dengan penyakit autoimun ini mungkin mengalami gangguan memori, perubahan suasana hati, kesulitan konsentrasi, dan masalah kognitif lainnya.
Baca Juga: Tips Mencerdaskan Otak Anak: Yuk, Coba Terapkan!
Diagnosis Pikun atau Demensia
Dokter akan mewawancarai pasien mengenai gejala yang dirasakan. Dokter juga biasanya akan melakukan beberapa pemeriksaan fisik, seperti:
1. Tes Kognitif atau Neuropsikologis
Tes ini dirancang untuk mengevaluasi fungsi kognitif, seperti memori, pemecahan masalah, bahasa, dan pemikiran abstrak. Contoh tes kognitif termasuk Tes Mini-Mental State Examination (MMSE) dan Montreal Cognitive Assessment (MoCA). Tes sederhana ini membantu mengukur tingkat gangguan kognitif.
2. Evaluasi Neurologis
Evaluasi oleh seorang dokter spesialis neurologi membantu gejala fisik yang terkait dengan demensia, seperti masalah motorik atau perubahan perilaku. Pemeriksaan neurologis juga dapat membantu mengesampingkan penyebab lain yang dapat menyebabkan gejala yang serupa.
3. Pencitraan Otak (CT Scan atau MRI, Pencitraan PET)
Pencitraan otak seperti CT Scan (computed tomography) dan MRI (magnetic resonance imaging) dapat memberikan gambaran struktur otak dan membantu mengidentifikasi adanya perubahan atau kerusakan.
Pencitraan PET (positron emission tomography) dapat memberikan gambaran tentang aktivitas otak dan distribusi metabolisme glukosa yang dapat membantu dalam diagnosis penyakit seperti penyakit Alzheimer.
4. Tes Laboratorium
Tes darah dapat membantu mengidentifikasi faktor risiko yang berkaitan dengan demensia, seperti kekurangan vitamin B12 atau gangguan tiroid. Tes laboratorium juga dapat membantu dalam mengesampingkan penyebab lain untuk gejala kognitif.
5. Evaluasi Psikiatri
Terkadang, masalah kognitif dapat berhubungan dengan gangguan psikiatri seperti depresi atau gangguan kecemasan. Evaluasi oleh seorang profesional psikiatri dapat membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor psikologis yang mungkin memengaruhi fungsi kognitif.
Demensia dapat menganggu relasi antara orang dengan demensia dan orang sekitarnya. Oleh karena itu, keluarga dan orang-orang terdekat pasien juga perlu memahami kondisi ini dan menyikapinya dengan baik.
Baca Juga: Panduan Menghadapi Orang Tua dengan Demensia
Jika Anda atau orang terdekat Anda mengalami penyebab demensia, sebaiknya periksa lebih lanjut ke dokter agar dapat ditangani dengan baik.
Anda bisa kunjungi Ciputra Medical Center terdekat. Di sini Anda bisa melakukan pemeriksaan ke dokter, Medical Checkup lengkap, hingga perawatan ke psikolog. Cek jadwal dokter sekarang dan jaga kesehatan Anda beserta keluarga dengan Ciputra Medical Center.
Telah direview oleh dr. Nicholas Hardi, Sp.KJ
Source:
- Mayo Clinic. Dementia. Diakses 2024.
- National Library of Medicine. Cognitive Stimulation Therapy for Dementia. Diakses 2024.